Energy Performance Contracting, Jakarta – Di era media sosial, banyak orang yang berlomba-lomba menjadi orang berpengaruh, termasuk dokter.
Dokter yang aktif di media sosial dan mempunyai banyak pengikut disebut dokter berpengaruh.
Para praktisi ini seringkali menawarkan pelatihan dalam paket yang lebih mudah diakses dan nyaman bagi masyarakat umum. Meski demikian, Dewan Etik Dokter Kehormatan (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (İDI) mengingatkan, ada hal yang tidak boleh dilakukan dokter di media sosial. Salah satunya adalah pengenalan produk.
“Etika sudah berkembang seiring dengan peradaban manusia, jadi kalau dulu ada yang dikatakan tidak pantas, mungkin sekarang sudah tepat,” kata Ketua MKEK IDI Djoko Widyarto usai seminar etika “Dilema Terapi Medis dengan Pelayanan.” -Dasar. Pendekatan Penelitian” di Jakarta, Sabtu (2/3/2024).
“Nah, kita (belum bisa berkembang), kita masih tabu. Nanti kita lihat perkembangannya. Ini contoh moralitas tidak selamanya diam, malah berkembang.”
Djoko menambahkan, kode etik kedokteran di Indonesia berbeda dengan kode etik di Amerika.
“Di Amerika, moral ideas itu berbeda dengan kita. Kalau moral code kita itu kitab yang baku, kalau mereka punya hal-hal seperti ide, ada yang tidak diatur di dalamnya (kode moral), maka itu membuat ide-ide seperti hidup. dokumen yang terus diperbarui.”
Terkait dengan influencer medis yang sering mempromosikan produk di media sosial, misalnya produk kecantikan, Djoko mengatakan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Larangan ini tertuang dalam fatwa etika dokter dalam menggunakan jejaring sosial.
Djoko mengatakan kepada Antara, “Banyak yang belum tahu kalau hal itu tidak boleh, MKEK sendiri sudah mengeluarkan dua fatwa soal ini. Iklan masih boleh dilakukan secara internasional. Kami (di Indonesia) belum mengizinkan.”
Menurut Djoko, dokter tidak boleh memasang iklan, apalagi jika iklan tersebut memuat klaim kesembuhan, kecantikan, dan kebugaran.
Selain itu, dokter di Indonesia masih bisa mengikuti iklan layanan masyarakat (PSA).
ILM tidak mempromosikan produk tetapi mempromosikan perubahan gaya hidup sehat.
“Tetapi iklan layanan masyarakat diperbolehkan bagi dokter yang mengubah pola hidup sehat masyarakat,” ujarnya.
Dokter yang menggunakan media sosial juga diperingatkan untuk melindungi privasi informasi kesehatan pasien dan memisahkan akun pribadi mereka dari akun yang digunakan untuk kepentingan publik.
“Kami memperingatkan bahwa akun yang digunakan untuk jejaring sosial harus terpisah dan tidak digabungkan.”
Djoko melanjutkan, “Dokter yang melanggar ketentuan kode etik kedokteran dapat dilaporkan ke IDI.”
Laporan dapat dibuat oleh masyarakat tentang seorang dokter yang mempromosikan produk dengan klaim penyembuhan, kecantikan dan kebugaran tanpa melepaskan “gelarnya” sebagai dokter di media sosial. Pengaduan juga dapat dilakukan dengan menghadirkan bukti-bukti yang ada.
Hal itu diatur dalam fatwa etika dokter dalam penggunaan jejaring sosial yang diterbitkan dalam surat keputusan nomor 029/PB/K/MKEK/04/2021 tanggal 30 April 2021.
Langkah ini diambil untuk melindungi integritas profesi medis dan mencegah praktik tidak etis dalam mempromosikan produk di media sosial.